Realiti yang ada pada generasi muda muslim pada masa sekarang ini, secara majoriti sedang terbuai dengan ribuan jaring kemungkaran modernisasi, seperti perzinaan dengan berbagai modelnya,namun justeru ia sering dijadikan standart kemajuan dan globalisasi.
Seks yang merupakan fitrah dan kurnian Allah Ta'ala berubah fungsi menjadi anjakan komoditi mencari keuntungan sebesar mungkin. Norma-norma yang berlaku di dalam tata kehidupan tidak lagi menjadi pegangan.Pupusnya rasa malu kaum Hawa terlihat pula dari turut andilnya mereka menanam saham kebatilan di bidang sandang. Model-model pakaian yang dililitkan ke tubuhnya sudah begitu jauh dari tuntunan syari'at.
Padahal Allah Ta'ala berfirman: "Hai Nabi! Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anakmu yang perempuan dan orang-orang perempuan yang beriman, supaya mereka menutup tubuhnya dengan jilbab, yang demikian itu supaya mereka lebih dikenal, karena itu supaya mereka tidak diganggu, dan Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Al-Ahzab: 59).
Bila ayat ini masih dianggap belenggu yang merantai kebebasan kaum Hawa, maka dapatlah dipastikan, hujan berahi pun tak kan terelak, hingga dengan mudahnya kita saksikan jutaan perempuan bergentayangan di jalan-jalan, dan mempersilakan auratnya disapu mata sembarangan orang.
Padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam riwayat Imam Muslim bersabda, artinya: "Mereka tidak akan masuk Surga dan tidak akan mencium wangi Surga, padahal wangi Surga itu tercium sejauh perjalanan sekian dan sekian."
Sebab meskipun berpakaian, pada hakikatnya mereka telanjang. Ironinya, setiap hari kita selalu dihadapkan kepada permasalahan di atas, iaitu urusan kelamin(seksualiti) .
Kemana-mana kita terganggu oleh rayuan perempuan, wajahnya, lenggak-lenggoknya, suaranya, semuanya penuh megnet dan daya tarik. "Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, iaitu; wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik."
(Ali Imran: 14).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Tidaklah ada suatu cubaan yang terjadi sepeninggalku yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki, yang melebihi bahayanya cubaan yang berhubungan dengan soal wanita".
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitabnya Raudhatul Muhibbin wa Nuzhatul Musytaqqin menyatakan, ada tiga faktor yang menyebabkan tumbuhnya perasaan cinta, iaitu:
1.Sifat-sifat yang dimiliki oleh seseorang yang membuat ia dicintai oleh kekasihnya.
2.Perhatian sang kekasih terhadap sifat-sifat tersebut.
3.Pertautan antara seseorang yang sedang jatuh cinta dengan orang yang dicintainya.
Dengan kelengkapan ketiga faktor cinta yang dikemukakan oleh Ibnul Qayyim tersebut, maka terbuktilah tali percintaan, dan akan menjadi lemah jika terdapat kekurangan dari ketiga faktor itu. Hal ini diakui oleh Islam dan oleh semua pihak yang menentang Islam. Tapi Islam membedakan antara cinta dan seks sebagai nafsu. Cinta adalah mawaddah wa rahmah, sedang nafsu seks sebagai naluri adalah nafsu syahwat.
Keduanya hanya akan bersatu dalam perkahwinan, kerana berseminya cinta yang terjadi sesudah pernikahan adalah cinta yang dijamin oleh Allah Ta'ala, sebagaimana tercantum dalam surat Ar-Rum ayat 21, ertinya: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikannya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."
Dari ayat di atas dapat kita simpulkan, bahwa Islam tidak mengenal percintaan sebelum perkahwinan yang sah, apalagi dengan pengambaran nafsu syahwat, sehingga menjadi naluri dan cenderung mengajak pada perbuatan-perbuatan yang mengundang murka Allah Ta'ala.
Sebagaimana telah termaktub dalam Surat Yusuf ayat 53, ertinya: "Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), kerana sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Ibnul Qayyim berkata: "Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merosak cinta, malah cinta di antara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan, kerana bila keduanya telah merasakan kelazatan dan cita rasa cinta, tidak akan tidak pasti timbul keinginan lain yang belum diperolehnya." "Bohong!", itulah komentar sinis mereka guna membela nafsu syahwatnya, untuk melegimitasi percintaan secara haram. Bahkan lebih parah lagi, mereka berani bersumpah, cinta yang dilahirkan bersama sang kekasih adalah cinta suci, bukan cinta berahi dan syaithani.
Padahal yang dijaga dalam Islam bukanlah semata-mata perihal kepemudaan, kegadisan dan selaput dara saja, tetapi lebih dari itu, kesucian mata, telinga, hidung, tangan, kaki dan sekujur anggota tubuh. Bahkan kesucian hati juga wajib dijaga.
Zinanya mata adalah berpandangan dengan bukan mahramnya, zinanya hati adalah membayangkan dan mengkhayalkan, dan zinanya tangan adalah menyentuh tubuh wanita yang bukan mahramnya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Telah ditulis atas anak Adam bagiannya dari hal zina yang akan ditemui dalam hidupnya, tidak akan tidak. Zinanya mata adalah melihat, zinanya telinga adalah mendengar, zinanya kaki adalah berjalan, dan zinanya hati adalah keinginan dan berangan-angan, dan semua itu dibenarkan atau didustakan oleh pasangannya."
(HR. Muslim dari Abu Hurairah).
Namun jaring-jaring cinta di luar perkawinan telah menjerumus manusia kedalam tali asmara. Asmara yang bergejolak menuntut keintiman dan kesyahduan, sehingga cinta buta menjadi mahar yang menghalalkan hubungan kelamin kisah kasih dua insan yang berlainan jenis. Untuk itu dalam menghadapi semua ini, hendaklah kita senantiasa berpedoman pada aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Islam, di antaranya adalah:
A. Menjaga Pandangan Mata..
Memelihara mata cukuplah dengan menundukkan pandangan bila ada lelaki atau wanita yang bukan mahramnya, dan jangan memandangnya berulang-ulang. Hal ini diatur oleh Allah dan RasulNya agar kita dapat mengendalikan mata sebagai panca indera yang sangat peka terhadap seks.
Allah Ta'ala berfirman, artinya: "Katakan-lah kepada orang-orang yang beriman agar mereka menundukkan sebagian dari pandangan mata (terhadap wanita) dan memelihara kemaluan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka kerjakan, dan katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak daripadanya."
(An-Nur: 30-31).
Tapi ada pula memandang untuk suatu keperluan yang diperbolehkan, seperti dalam pengobatan, peminangan dan segala sesuatu yang telah disyari'atkan dalam Islam.
Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits, artinya: "Dari Mughirah bin Syu'bah, bahwa ia hendak menikah dengan seorang wanita, Nabi bertanya, 'Sudahkah kamu melihatnya?' , 'Belum', jawabnya, lalu Nabi bersabda, 'Lihatlah ia, sesungguhnya dengan melihatnya lebih menenteramkan hati kamu berdua'."
(HR. An-Nasa'i, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi) .
B. Menjauhi Pergaulan Bebas..
Pergaulan bebas pasti menimbulkan hal-hal negatif yang tidak diinginkan. Hal ini biasa dilihat di barat, yang mengagungkan kebebasan dalam segala hal, termasuk dalam seks. Kini mereka menjerit, angka perceraian sangat tinggi, setiap minit terjadi masalah perkosaan dan pernikahan yang diragukan, maka terjadilah kes-kes moral dan tersebar berbagai penyakit kelamin.
Allah Ta'ala membuat batas-batas pergaulan laki-laki dan wanita yang bukan mahramnya dalam firmanNya: "Dan janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk."
(Al-Isra': 32).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia bersunyi sepi iaitu berduaan dengan wanita yang tidak didampingi mahramnya, kerana yang menjadi pihak ketiganya adalah syaitan."
(HR. Ahmad).
Apalagi halnya sampai bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya.
A'isyah radiallahu anha berkata: "Tangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah sama sekali menyentuh tangan perempuan di dalam bai'at, bai'at Rasulullah dengan mereka adalah berupa ucapan."
(HR. Al-Bukhari).
Seks yang merupakan fitrah dan kurnian Allah Ta'ala berubah fungsi menjadi anjakan komoditi mencari keuntungan sebesar mungkin. Norma-norma yang berlaku di dalam tata kehidupan tidak lagi menjadi pegangan.Pupusnya rasa malu kaum Hawa terlihat pula dari turut andilnya mereka menanam saham kebatilan di bidang sandang. Model-model pakaian yang dililitkan ke tubuhnya sudah begitu jauh dari tuntunan syari'at.
Padahal Allah Ta'ala berfirman: "Hai Nabi! Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anakmu yang perempuan dan orang-orang perempuan yang beriman, supaya mereka menutup tubuhnya dengan jilbab, yang demikian itu supaya mereka lebih dikenal, karena itu supaya mereka tidak diganggu, dan Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Al-Ahzab: 59).
Bila ayat ini masih dianggap belenggu yang merantai kebebasan kaum Hawa, maka dapatlah dipastikan, hujan berahi pun tak kan terelak, hingga dengan mudahnya kita saksikan jutaan perempuan bergentayangan di jalan-jalan, dan mempersilakan auratnya disapu mata sembarangan orang.
Padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam riwayat Imam Muslim bersabda, artinya: "Mereka tidak akan masuk Surga dan tidak akan mencium wangi Surga, padahal wangi Surga itu tercium sejauh perjalanan sekian dan sekian."
Sebab meskipun berpakaian, pada hakikatnya mereka telanjang. Ironinya, setiap hari kita selalu dihadapkan kepada permasalahan di atas, iaitu urusan kelamin(seksualiti) .
Kemana-mana kita terganggu oleh rayuan perempuan, wajahnya, lenggak-lenggoknya, suaranya, semuanya penuh megnet dan daya tarik. "Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, iaitu; wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik."
(Ali Imran: 14).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Tidaklah ada suatu cubaan yang terjadi sepeninggalku yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki, yang melebihi bahayanya cubaan yang berhubungan dengan soal wanita".
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitabnya Raudhatul Muhibbin wa Nuzhatul Musytaqqin menyatakan, ada tiga faktor yang menyebabkan tumbuhnya perasaan cinta, iaitu:
1.Sifat-sifat yang dimiliki oleh seseorang yang membuat ia dicintai oleh kekasihnya.
2.Perhatian sang kekasih terhadap sifat-sifat tersebut.
3.Pertautan antara seseorang yang sedang jatuh cinta dengan orang yang dicintainya.
Dengan kelengkapan ketiga faktor cinta yang dikemukakan oleh Ibnul Qayyim tersebut, maka terbuktilah tali percintaan, dan akan menjadi lemah jika terdapat kekurangan dari ketiga faktor itu. Hal ini diakui oleh Islam dan oleh semua pihak yang menentang Islam. Tapi Islam membedakan antara cinta dan seks sebagai nafsu. Cinta adalah mawaddah wa rahmah, sedang nafsu seks sebagai naluri adalah nafsu syahwat.
Keduanya hanya akan bersatu dalam perkahwinan, kerana berseminya cinta yang terjadi sesudah pernikahan adalah cinta yang dijamin oleh Allah Ta'ala, sebagaimana tercantum dalam surat Ar-Rum ayat 21, ertinya: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikannya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."
Dari ayat di atas dapat kita simpulkan, bahwa Islam tidak mengenal percintaan sebelum perkahwinan yang sah, apalagi dengan pengambaran nafsu syahwat, sehingga menjadi naluri dan cenderung mengajak pada perbuatan-perbuatan yang mengundang murka Allah Ta'ala.
Sebagaimana telah termaktub dalam Surat Yusuf ayat 53, ertinya: "Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), kerana sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Ibnul Qayyim berkata: "Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merosak cinta, malah cinta di antara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan, kerana bila keduanya telah merasakan kelazatan dan cita rasa cinta, tidak akan tidak pasti timbul keinginan lain yang belum diperolehnya." "Bohong!", itulah komentar sinis mereka guna membela nafsu syahwatnya, untuk melegimitasi percintaan secara haram. Bahkan lebih parah lagi, mereka berani bersumpah, cinta yang dilahirkan bersama sang kekasih adalah cinta suci, bukan cinta berahi dan syaithani.
Padahal yang dijaga dalam Islam bukanlah semata-mata perihal kepemudaan, kegadisan dan selaput dara saja, tetapi lebih dari itu, kesucian mata, telinga, hidung, tangan, kaki dan sekujur anggota tubuh. Bahkan kesucian hati juga wajib dijaga.
Zinanya mata adalah berpandangan dengan bukan mahramnya, zinanya hati adalah membayangkan dan mengkhayalkan, dan zinanya tangan adalah menyentuh tubuh wanita yang bukan mahramnya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Telah ditulis atas anak Adam bagiannya dari hal zina yang akan ditemui dalam hidupnya, tidak akan tidak. Zinanya mata adalah melihat, zinanya telinga adalah mendengar, zinanya kaki adalah berjalan, dan zinanya hati adalah keinginan dan berangan-angan, dan semua itu dibenarkan atau didustakan oleh pasangannya."
(HR. Muslim dari Abu Hurairah).
Namun jaring-jaring cinta di luar perkawinan telah menjerumus manusia kedalam tali asmara. Asmara yang bergejolak menuntut keintiman dan kesyahduan, sehingga cinta buta menjadi mahar yang menghalalkan hubungan kelamin kisah kasih dua insan yang berlainan jenis. Untuk itu dalam menghadapi semua ini, hendaklah kita senantiasa berpedoman pada aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Islam, di antaranya adalah:
A. Menjaga Pandangan Mata..
Memelihara mata cukuplah dengan menundukkan pandangan bila ada lelaki atau wanita yang bukan mahramnya, dan jangan memandangnya berulang-ulang. Hal ini diatur oleh Allah dan RasulNya agar kita dapat mengendalikan mata sebagai panca indera yang sangat peka terhadap seks.
Allah Ta'ala berfirman, artinya: "Katakan-lah kepada orang-orang yang beriman agar mereka menundukkan sebagian dari pandangan mata (terhadap wanita) dan memelihara kemaluan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka kerjakan, dan katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak daripadanya."
(An-Nur: 30-31).
Tapi ada pula memandang untuk suatu keperluan yang diperbolehkan, seperti dalam pengobatan, peminangan dan segala sesuatu yang telah disyari'atkan dalam Islam.
Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits, artinya: "Dari Mughirah bin Syu'bah, bahwa ia hendak menikah dengan seorang wanita, Nabi bertanya, 'Sudahkah kamu melihatnya?' , 'Belum', jawabnya, lalu Nabi bersabda, 'Lihatlah ia, sesungguhnya dengan melihatnya lebih menenteramkan hati kamu berdua'."
(HR. An-Nasa'i, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi) .
B. Menjauhi Pergaulan Bebas..
Pergaulan bebas pasti menimbulkan hal-hal negatif yang tidak diinginkan. Hal ini biasa dilihat di barat, yang mengagungkan kebebasan dalam segala hal, termasuk dalam seks. Kini mereka menjerit, angka perceraian sangat tinggi, setiap minit terjadi masalah perkosaan dan pernikahan yang diragukan, maka terjadilah kes-kes moral dan tersebar berbagai penyakit kelamin.
Allah Ta'ala membuat batas-batas pergaulan laki-laki dan wanita yang bukan mahramnya dalam firmanNya: "Dan janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk."
(Al-Isra': 32).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia bersunyi sepi iaitu berduaan dengan wanita yang tidak didampingi mahramnya, kerana yang menjadi pihak ketiganya adalah syaitan."
(HR. Ahmad).
Apalagi halnya sampai bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya.
A'isyah radiallahu anha berkata: "Tangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah sama sekali menyentuh tangan perempuan di dalam bai'at, bai'at Rasulullah dengan mereka adalah berupa ucapan."
(HR. Al-Bukhari).
0 comments:
Post a Comment